Hal Yang Kamu Banggakan Tapi Orang
Lain Remehkan
Beuh, tema hari ini suram. Sesuram rindu
yang tak terbalas. Tapi buat orang lain sih tema ini terasa suram. Bahaha
Gue ada cerita lucu. Jujur sejujur-jejujurnya,
gue sangat bangga sama fisik gue. kalian pasti tahu gue ganteng, keren, manis,
punya senyum yang menawan (karena sikat gigi pake pepsodent) dan tinggi. Idaman
cewek-cewek banget. Kekurangan gue cuma satu, ceking. Tuhan memang Maha Adil. Dia
nggak mau gue takabur.
Tapi, dibalik tubuh ceking ini,
terdapat jiwa dan fisik yang kuat. Serius. Beberapa orang yang meremehkan tubuh
ceking ini sudah merasakan getahnya. Gue ceritain salah satunya.
Waktu kelas 2 SMK, gue gak naik
kelas. Waktu itu emang masa-masa yang kampret. Gue dulu rajin banget bolos dan
gak masuk sekolah. Kalo masuk kelas pun gue gak menyimak guru, tapi gue malah
tidur. Entahlah, gue juga bingung kenapa kelakuan gue dulu sangat amat laknat. Mungkin
karena suatu sore gue pernah ngambil sesajen di pinggir kali. Namanya juga
laper. Maklum.
Di kelas 2 SMK gue yang kedua, gue
sangat gampang akrab dengan orang-orang baru, kecuali sama seorang anak yang bernama
Jaka. Jaka sangat amat tidak menyukai gue, sama kayak gue yang gak suka ngeliat
dia sejak pertama kali ketemu. Dia cowok sih, coba kalo cewek, mungkin gue akan
mencoba untuk membuka hati walaupun hanya sedikit.
Beberapa hari kemudian, mata
pelajaran olahraga sedang berlangsung. Dengan muka tak antusias, gue melakukan
gerakan-gerakan pemanasan yang diinstruksikan sama Pak Agus. Sesekali Pak Agus melihat
gue dengan tatapan ngeledek. Bukan karena gerakan gue payah, tapi karena beliau
mungkin gemas melihat gerakan gue yang penuh dengan kemalasan. Gue sama Pak
Agus bisa dibilang adalah teman baik. Kami memang sering ngobrol di ruang BP
atau ketika Beliau mencukur habis rambut gue dengan bringas waktu razia rambut
atau waktu gue terlambat. Sungguh hubungan yang romantis.
Setelah selesai pemanasan, kami
diinstruksikan untuk bermain sepak bola oleh beliau. Kami dibebaskan memilih
anggota, pokoknya sebebas kami mau main bola kayak gimana. Ngeluarin tendangan
macan atau tendangan salto 10 menit khas Kapten Tsubasa pun diperbolehkan. Ketika
kami, para murid laki-laki dibebaskan dan tak diawasi dalam bermain sepak bola,
Pak Agus dengan wajah memerah dan senyum yang terlihat sangat bahagia mendekati
murid-murid cewek kemudian bermain bola tangan dengan mereka. Dasar modus!
Tapi gue maklum juga sih. Murid cewek
di SMK adalah sebuah oase menyegarkan di gurun pasir. Biarkanlah beliau bahagia
meskipun sesaat, begitu pikir gue.
Sementara itu, seperti yang sudah gue
dan Master Limbad prediksi, Jaka memilih tim yang berbeda dari gue. Dia sudah sangat
siap dan terlihat mantap dan penuh percaya diri, sementara gue, gue masih
bengong dan galau memikirkan siapa tulang rusuk gue kelak. Peluit dibunyikan,
gue melihat bola dioper ke arah gue. Karena belum sepenuhnya sadar dari lamunan
tentang masa depan, gue menerima bola itu dengan wajah kebingungan. Gue melirik
sekitar, mencoba mencari kawan untuk diberi umpan, tapi ternyata seragam kami
sama. Kampret. Gimana caranya gue tau mana musuh dan mana temen? Yang bikin
konsep kaos olahraga harus sama itu siapa sih? LO KURANG GAUL ATO EMANG KURANG
DUIT BUAT BIKIN BAHAN? KAMPRET.
Mulut gue menganga saking bingungnya.
Terlihat beberapa orang berlari ke arah gue dengan penuh nafsu. Ada yang bawa
golok, ada yang bawa samurai, ada yang jadi Super Saiya, dan yang paling bikin
gue takut, ada yang bawa kondom!
Dalam kepala gue saat itu hanya penuh
dengan pertanyaan “Temen gue mana?” “Ini di mana?” “Gue siapa?” “Siapa jodoh
gue?” “Di mana jodoh gue?” pertanyaan terakhir agak sedikit membuat pedih,
kemudian gue kembali meneriakkannya dalam hati “DI MANA JODOH GUE?”
*BAGH*
*BUGH*
*BAGH*
*DAR!*
*KAMEHAMEHA!*
Suara-suara itu terdengar sangat jelas
di telinga gue, dan dengan kesadaran yang sudah sepenuhnya pulih, gue melihat 2
orang tersungkur di tanah. Salah satunya Jaka, dia sedang merintih kesakitan. Karena
tak ada peluit tanda pelanggaran, bola yang masih berada di kaki gue segera gue
oper ke teman yang sangat gue yakin adalah teman satu tim gue. Soalnya, dia
yang paling keras teriak “OPER SINI! GUE TEMEN ELO, KAMPRET!”
Dengan kepercayaan diri yang sangat
tinggi, gue memberikannya umpan lambung. Kemudian, setelah menekan tombol
R1+L1+KOTAK, Dia melakukan salto di udara selama sepuluh menit seperti Tsubasa
Ozora. GOL! Sebuah gol yang sangat cantik sekali seperti yang dikatan Bung
Ahay. Luar biasa.
Luar biasa fantasi gue.
Hari itu, selain mendapatkan rasa
malu akan kekalahan dan kaki yang terpincang-pincang karena berusaha merebut
bola dari gue, Jaka belajar satu hal penting. Hal itu adalah dia terlalu
memandang remeh apa yang dilihatnya. Gue mungkin punya badan kurus, tapi fisik
gue sangat terlatih karena gue rajin bermain bola karena gue salah satu anggota
‘Timnas’ di kampung gue. Gue banyak menjalani pelatihan yang sangat menguras
fisik, stamina, dan mental. Sudah jadi hal biasa juga ketika hari minggu pagi
gue lari-lari ke pantai yang berjarak 7km dari rumah. Jaka hari itu belajar
bahwa yang terlihat oleh mata adalah belum tentu apa yang sebenarnya ada. Mulai hari itu,
Jaka dan teman-teman sekelas gue gak meremehkan fisik gue lagi. Apalagi setelah
tahu kalo gue ini adalah anggota ‘Timnas’ di kampung gue. Mereka semakin segan.
Yang gak mereka tahu sampai sekarang
adalah… gue hanya seorang kiper cadangan abadi di dalam tim tersebut.
*Nangis kejer*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar