Selasa, 24 Januari 2017

WRITING CHALLENGE KF DAY 6



Hal Yang Kamu Banggakan Tapi Orang Lain Remehkan

Beuh, tema hari ini suram. Sesuram rindu yang tak terbalas. Tapi buat orang lain sih tema ini terasa suram. Bahaha
Gue ada cerita lucu. Jujur sejujur-jejujurnya, gue sangat bangga sama fisik gue. kalian pasti tahu gue ganteng, keren, manis, punya senyum yang menawan (karena sikat gigi pake pepsodent) dan tinggi. Idaman cewek-cewek banget. Kekurangan gue cuma satu, ceking. Tuhan memang Maha Adil. Dia nggak mau gue takabur.
Tapi, dibalik tubuh ceking ini, terdapat jiwa dan fisik yang kuat. Serius. Beberapa orang yang meremehkan tubuh ceking ini sudah merasakan getahnya. Gue ceritain salah satunya.
Waktu kelas 2 SMK, gue gak naik kelas. Waktu itu emang masa-masa yang kampret. Gue dulu rajin banget bolos dan gak masuk sekolah. Kalo masuk kelas pun gue gak menyimak guru, tapi gue malah tidur. Entahlah, gue juga bingung kenapa kelakuan gue dulu sangat amat laknat. Mungkin karena suatu sore gue pernah ngambil sesajen di pinggir kali. Namanya juga laper. Maklum.
Di kelas 2 SMK gue yang kedua, gue sangat gampang akrab dengan orang-orang baru, kecuali sama seorang anak yang bernama Jaka. Jaka sangat amat tidak menyukai gue, sama kayak gue yang gak suka ngeliat dia sejak pertama kali ketemu. Dia cowok sih, coba kalo cewek, mungkin gue akan mencoba untuk membuka hati walaupun hanya sedikit.
Beberapa hari kemudian, mata pelajaran olahraga sedang berlangsung. Dengan muka tak antusias, gue melakukan gerakan-gerakan pemanasan yang diinstruksikan sama Pak Agus. Sesekali Pak Agus melihat gue dengan tatapan ngeledek. Bukan karena gerakan gue payah, tapi karena beliau mungkin gemas melihat gerakan gue yang penuh dengan kemalasan. Gue sama Pak Agus bisa dibilang adalah teman baik. Kami memang sering ngobrol di ruang BP atau ketika Beliau mencukur habis rambut gue dengan bringas waktu razia rambut atau waktu gue terlambat. Sungguh hubungan yang romantis.
Setelah selesai pemanasan, kami diinstruksikan untuk bermain sepak bola oleh beliau. Kami dibebaskan memilih anggota, pokoknya sebebas kami mau main bola kayak gimana. Ngeluarin tendangan macan atau tendangan salto 10 menit khas Kapten Tsubasa pun diperbolehkan. Ketika kami, para murid laki-laki dibebaskan dan tak diawasi dalam bermain sepak bola, Pak Agus dengan wajah memerah dan senyum yang terlihat sangat bahagia mendekati murid-murid cewek kemudian bermain bola tangan dengan mereka. Dasar modus!
Tapi gue maklum juga sih. Murid cewek di SMK adalah sebuah oase menyegarkan di gurun pasir. Biarkanlah beliau bahagia meskipun sesaat, begitu pikir gue.
Sementara itu, seperti yang sudah gue dan Master Limbad prediksi, Jaka memilih tim yang berbeda dari gue. Dia sudah sangat siap dan terlihat mantap dan penuh percaya diri, sementara gue, gue masih bengong dan galau memikirkan siapa tulang rusuk gue kelak. Peluit dibunyikan, gue melihat bola dioper ke arah gue. Karena belum sepenuhnya sadar dari lamunan tentang masa depan, gue menerima bola itu dengan wajah kebingungan. Gue melirik sekitar, mencoba mencari kawan untuk diberi umpan, tapi ternyata seragam kami sama. Kampret. Gimana caranya gue tau mana musuh dan mana temen? Yang bikin konsep kaos olahraga harus sama itu siapa sih? LO KURANG GAUL ATO EMANG KURANG DUIT BUAT BIKIN BAHAN? KAMPRET.
Mulut gue menganga saking bingungnya. Terlihat beberapa orang berlari ke arah gue dengan penuh nafsu. Ada yang bawa golok, ada yang bawa samurai, ada yang jadi Super Saiya, dan yang paling bikin gue takut, ada yang bawa kondom!
Dalam kepala gue saat itu hanya penuh dengan pertanyaan “Temen gue mana?” “Ini di mana?” “Gue siapa?” “Siapa jodoh gue?” “Di mana jodoh gue?” pertanyaan terakhir agak sedikit membuat pedih, kemudian gue kembali meneriakkannya dalam hati “DI MANA JODOH GUE?”
*BAGH*
*BUGH*
*BAGH*
*DAR!*
*KAMEHAMEHA!*
Suara-suara itu terdengar sangat jelas di telinga gue, dan dengan kesadaran yang sudah sepenuhnya pulih, gue melihat 2 orang tersungkur di tanah. Salah satunya Jaka, dia sedang merintih kesakitan. Karena tak ada peluit tanda pelanggaran, bola yang masih berada di kaki gue segera gue oper ke teman yang sangat gue yakin adalah teman satu tim gue. Soalnya, dia yang paling keras teriak “OPER SINI! GUE TEMEN ELO, KAMPRET!”
Dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi, gue memberikannya umpan lambung. Kemudian, setelah menekan tombol R1+L1+KOTAK, Dia melakukan salto di udara selama sepuluh menit seperti Tsubasa Ozora. GOL! Sebuah gol yang sangat cantik sekali seperti yang dikatan Bung Ahay. Luar biasa.
Luar biasa fantasi gue.
Hari itu, selain mendapatkan rasa malu akan kekalahan dan kaki yang terpincang-pincang karena berusaha merebut bola dari gue, Jaka belajar satu hal penting. Hal itu adalah dia terlalu memandang remeh apa yang dilihatnya. Gue mungkin punya badan kurus, tapi fisik gue sangat terlatih karena gue rajin bermain bola karena gue salah satu anggota ‘Timnas’ di kampung gue. Gue banyak menjalani pelatihan yang sangat menguras fisik, stamina, dan mental. Sudah jadi hal biasa juga ketika hari minggu pagi gue lari-lari ke pantai yang berjarak 7km dari rumah. Jaka hari itu belajar bahwa yang terlihat oleh mata adalah belum tentu apa yang sebenarnya ada. Mulai hari itu, Jaka dan teman-teman sekelas gue gak meremehkan fisik gue lagi. Apalagi setelah tahu kalo gue ini adalah anggota ‘Timnas’ di kampung gue. Mereka semakin segan.
Yang gak mereka tahu sampai sekarang adalah… gue hanya seorang kiper cadangan abadi di dalam tim tersebut.
*Nangis kejer*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar