Sabtu, 04 Maret 2017

Cerita Dari Dunia Yang Busuk



Mengawali tahun baru dengan perasaan mengganjal dan menganggap dirinya tak punya masa depan, Kei, mencoba untuk terus melangkah. Berjalan tanpa ada tujuan ternyata sangat berat baginya. Dulu, dia selalu bersemangat untuk menaklukkan dunia. Dulu, dia meremehkan banyak hal, kemudian sesumbar akan banyak hal. Waktu berlalu, dia kehilangan jati dirinya. Kei ditarik jatuh oleh gravitasi, dan memaksanya kembali dari dunia mimpi. Kembali pada dunia yang selalu dia benci.
Kei terus berjuang, tapi dia hanya menghadapi jalan buntu. Dia masih tak punya tujuan, dan itu membuat langkahnya sulit untuk menentukan pilihan. Dia berusaha mencari bantuan, tapi, dia sudah lama terbiasa untuk menutup hati dari orang lain. Dia ingin diselamatkan, tapi dia tidak membiarkan siapa pun untuk mendekatinya. Kei yang malang.
Kei selalu berkata pada dirinya, “I’m okay.” Dan membuat dinding tanpa dia sadari. Di mata orang lain, Kei adalah pribadi menyenangkan, sangat suka tertawa, sangat suka menghibur, dan sangat bisa diandalkan. Tapi, mereka sebenarnya sama sekali tidak mengenal Kei. Kei yang asli hanya menikmati kesendiriannya. Hanya sendiri.
***
Suatu hari, di malam yang lembab khas perkotaan, Kei berjalan seorang diri sambil terus memacu otaknya bekerja. Dunia begini, dunia begitu, harus begini, harus begitu, semuanya berjibaku dalam kepala kecil Kei. Beberapa saat kemudian, suara klakson dan cahaya mobil dari depan, membuyarkan konsentrasinya. Dia memandang sorot lampu itu tanpa mengedipkan matanya. Saat itu juga, semua hal yang ada di kepala Kei keluar dengan cepat. Yang ada di kepalanya saat itu hanya satu pertanyaan, “Kalau sekarang aku melompat ke mobil itu, apa semua ini akan berakhir?”
Mobil itu semakin dekat, kemudian lewat begitu saja di sampingnya. Kei masih berdiri dan membatu. Dia menelan ludah, kemudian kejadian langka itu terjadi. Kei menangis. Hal yang sudah sangat lama tak pernah dia lakukan.
***
Setelah malam itu, Kei mengurung diri selama berhari-hari di kamarnya. Terjebak dalam pemikiran sempitnya, dia melihat dunia maya dan semakin membuatnya depresi.
Dia selalu ingin lari dari kenyataan. Kenyataan yang sudah tidak bisa dia hadapi lagi sendirian. Saat itu, dia kembali berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Tapi, dia kembali mengurungkan niatnya. Agama melarangnya. Agama? Tidak. Aku hanya seorang pengecut yang bahkan tidak sanggup untuk mengakhiri hidup. Begitu batinnya.
Kei merebahkan tubuhnya yang penat. Kepalanya yang sudah berhari-hari dia paksa bekerja, berhasil dia kendalikan. Kei memejamkan matanya, kemudian dia terlelap dalam kesendiriannya.
***
Di sebuah pagi yang gaduh, gempa membuat beberapa bangunan runtuh dan hancur. Di dalam timbunan sebuah bangunan, seorang pemuda dengan kantung mata tebal sedang tersenyum menyambut uluran tangan dewa kematian.