Minggu, 30 Desember 2018

New Years End


Hari ini, pagi terasa biasa saja. Aku membuka mata dengan malas, sambil terus mencoba berlindung di bawah selimut yang masih tersisa aroma tubuhmu. Pesan yang kamu tuliskan di secarik kertas berwana hijau muda yang berbunyi “Maaf, Aki-kun, sepertinya kita harus berpisah. Terima kasih untuk semuanya. Semoga kamu bahagia!” masih tertempel di pintu kulkas. Aku tidak berani menyentuhnya atau mencabutnya dari sana. Aku masih berharap itu adalah lelucon yang kamu buat untuk mengerjaiku. Sama seperti lelucon-lelucon yang sering kamu lemparkan. Tapi, kini sudah sebulan berlalu sejak pesan itu tertempel. Kamu menghilang dan tak ada kabar sama sekali. Meski masih berharap, aku rasa pesan itu bukanlah sebuah guyonan lagi.
***
Kita dipertemukan malam yang dingin. Berdua, kita menatap dunia dengan pesimis. Sambil membicarakan fantasi-fantasi yang ada di kepala kita dengan sumringah. Membayangkan kastil yang megah untuk ditinggali, membangun pesawat luar angkasa lalu kemudian mengitari galaksi. Kita seperti dua anak kecil yang terus berbicara tanpa ingat waktu. Kemudian, kita memulai semuanya dari situ. Tanpa basa-basi lewat kalimat “Aku cinta kamu” aku mengecup bibirmu.
***
Sebentar lagi musim dingin akan tiba. Dalam serial Game of Thrones, musim dingin terdengar begitu menakutkan. Musim dingin berarti tanda munculnya pasukan zombie dan datangnya malam yang panjang menyelimuti Westeros. Sementara bagiku, musim dingin berarti harus memerhatikan jalanan agar tidak terpeleset saat berjalan. Ketika mengingat “Terpeleset” aku kembali teringat padamu. Kamu yang ceroboh dan teledor, apa akan baik-baik saja ketika melewati musim dingin ini?  Ketika pertanyaan itu muncul di benakku, aku mulai mengkhawatirkanmu.
“Yui, aku harap kamu baik-baik saja.”
***
Malam menjelang deadline selalu begitu mengerikan. Meski mengerjakan manga bulanan, tapi tetap saja aku tak memiliki banyak waktu luang. Editorku, Pak Yama akan terus mengirimi pesan sekitar satu jam sekali. Kadang menelepon jika aku tak membalas pesannya. Terkadang, dia akan datang ke studio dan mengawasi kerja kami dengan tatapan horor di balik kacamatanya. Aku terkadang benci jika Pak Yama datang. Jika ada dia, aku tak bisa leluasa merokok. Dia sangat membenci rokok. Meskipun toleran padaku, tapi dia jelas sekali menunjukkan gestur tubuh yang risih. Dalam beberapa kesempatan, dia berceletuk “Sensei, apa kau tidak berpikir ruangan ini sangat sempit dan kekurangan sesuatu?” untuk menyindirku. Dasar Yama-san!
Malam ini aku berhasil menyelesaikan name dan gambar dasar untuk manga yang kubuat. Aku menyerahkan urusan background dan tone pada assistenku. Dengan begitu, aku bisa kabur sebentar untuk menghirup udara segar dan kemudian merokok. Ah, sepertinya ada yang perlu aku koreksi. Menghirup udara segar lalu merokok sepertinya sesuatu yang sangat bertolak belakang ya? Yah, pokoknya begitu.
Aku berjalan menuju minimarket untuk membeli bir dan cemilan. Lalu tiba-tiba aku berpikir untuk membelikan beberapa ramen instan untuk asisten-asistenku. Kupikir mereka akan senang. Jarak studio dengan minimarket tak sampai 100 meter. Aku mempercepat langkah, udara malam ini sudah mulai terasa seperti musim dingin dan aku lupa memakai jaket yang tebal.
Minimarket semakin dekat, jantungku berdegup kencang karena langkah cepatku. Sepertinya aku harus mengurangi merokok. Begitu batinku saat itu. Aku mendorong pintu mini market dengan separuh tenaga yang tersisa di tubuhku. Baru selangkah berada di dalamnya, jantungku berhenti berdetak.
Lagu berjudul Fireworks sedang mengalun. Lagu ini sedang populer akhir-akhir ini. Musik dengan aransemen unik dan suara familier dari penyanyinya, benar-benar membuat jantungku berhenti.
“Ah, kamu lagi.” Bisikku.
Suara merdu Yui begitu menakutkan. Aku sempat terdiam beberapa saat di depan rak cemilan. Ketika lirik yang berbunyi “Musim berganti dengan cepat, maka berlarilah!” mengalun, aku kembali terlempar ke dunia nyata. Kupikir, lagu ini mungkin ditujukan padaku. Yui mungkin tahu aku akan meratap, makanya dia menciptakan lagu ini khusus untukku. Ah, mungkin saja. Hanya sekedar pengandaian. Kebohongan yang kubuat untuk menyemangati diri sendiri.
***
Tahun baru kulewati dengan asisten-asistenku di studio sambil menenggak bir ditemani kripik kentang. Pak Yama tak datang, dia mungkin merayakannya bersama keluarganya, atau rekan kerjanya, atau mungkin dengan mangaka yang lain. Entahlah, dia sudah tak menghubungiku selama 2 hari ini. Di sela-sela guyon dan tawa di ruangan sempit ini, handphone-ku berbunyi. Ada sebuah email. Alamat email dan nama yang sangat familier. Email dengan subjek berjudul “Selamat Tahun Baru!” itu sempat membuat aku kesusahan bernapas. Ah, ini beneran Yui? Ujarku dalam hati. Aku kemudian mengambil bir dan menuju balkon untuk membacanya.
***


Hai! Sepertinya sudah lama kita tidak saling menyapa. Ah, mungkin lebih tepatnya, aku yang mengabaikanmu. Maaf, Aki-kun. Aku benar-benar minta maaf.
Bahkan, untuk menuliskan email ini pun aku harus mengumpulkan keberanian dahulu. Jadi, apa kabar? Aku senang akhirnya kamu mewujudkan impianmu untuk bisa menjadi seorang mangaka! Selamat! Sejujurnya aku kurang suka manga dengan genre yang kamu gambar. Tapi, aku selalu berusaha untuk membacanya. Dengan membaca manga karanganmu, aku merasa seperti sedang mendukungmu secara langsung. Hanya itu yang bisa kulakukan untukmu saat ini, Aki-kun.
Oh iya, apa kamu sudah mendengarkan laguku? Haha. Aku tahu kamu tidak akan pernah bisa membeli CD laguku, karena kamu terlalu pengecut. Tapi, kuharap kamu mendengarkan laguku.
Aki-kun, kuharap kamu mulai beranjak dari hari itu. Aku harap kamu mulai bisa melupakanku. Aku tahu kamu pasti bisa melakukannya. Aku memilih malam ini untuk mengucapkan hal ini karena mungkin malam ini adalah waktu yang tepat untuk menyampaikannya. Bukan kah tahun baru selalu identik dengan hal-hal baru?
Aki-kun, ini adalah perpisahan kita. Aku harap aku bisa menyampaikannya dengan benar. Aku akan mendukungmu dari jauh. Apa pun yang kamu lakukan hari ini atau esok hari. Selalu.
Aku harap kamu akan menemukan kebahagiaan.
Sayonara.
***


Aku membelinya. Aku suka lagu-lagumu. Aku suka judul albumnya, Paradise Lost. Aku juga akan mendukungmu dari jauh. Teruslah ceria, Yui. Dengan begitu aku percaya bahwa kau baik baik saja.

                                              Send email?
Yes                   No

No

Delete

Sent Email.


Arigatou. Sayonara.


Selasa, 27 November 2018

Lulus Kuliah



Ritme kehidupan seseorang gak pernah ada yang tahu. Kayak misalnya gue. Gue sempet yakin bisa diterima di perusahaan A, udah wawancara sampai 2x, ternyata malah gagal lolos. Atau gue yang tahun ini mengikuti lomba tingkat Asia, mempertaruhkan semuanya di sana, dan yakin banget bisa masuk 5 besar Asia, malah mentok di 6 besar nasional dan sempet mikir mau minum autan. Yang paling absurd, gue yang dari pertengahan tahun 2018 gak yakin bisa lulus kuliah tahun ini, semingguan lalu malah berhasil wisuda. Terkadang, gue gak tahu gimana surai takdir bekerja. Tapi, gue masih yakin sama Tuhan yang memberikan jalan atas suatu hal. Mungkin karena hal itulah, ada istilah yang bilang “God give what you need, not you want.”
Hari ini, gue menuliskan tulisan ini di sebuah kamar seluas 2x3 meter di rumah teman yang udah gue anggep nyokap sendiri. Ya perkara dia nganggep gue anak atau nggak, itu urusan dia. Yang jelas gue tahu, gue ini sangat merepotkan~
Sudah seminggu gue berada di sini. Rumah ini adalah tempat gue untuk menenangkan diri dan berpikir. Berpikir tentang apa aja. Tentang hidup, tentang masa depan, atau sekedar mikirin mantan yang makin hari kok makin bahagia sama pacarnya. Apa yang gue dapat dari berpikir gak banyak. Terkadang, gue malah tenggelam sama pemikiran sendiri dan berujung stres. Mencoba membagi pada orang lain, tapi yang kemudian terjadi hanyalah percakapan absurd ngalor-ngidul berjam-jam yang mengalihkan semua stres tersebut. Setelah percakapan itu berakhir, gue kembali tenggelam pada pemikiran-pemikiran yang kelam. Gue lupa sejak kapan membangun dinding tinggi ini, sampai akhirnya terlalu asik membangunnya sampai lupa jika ada sesuatu yang penting dalam hidup. Kita tidak bisa mengatasi semuanya sendirian.
Sekarang, pikiran selanjutnya dari lulus kuliah adalah “Mau ngapain?” gue bukan seorang yang pandai dalam mengerjakan ini itu. Satu-satunya kemampuan yang gue akui hanyalah menulis dan membuat konsep cerita. Tapi, gue bingung hal ini mau diarahkan ke mana. Seseorang mencoba untuk mengarahkan, tapi gue masih bingung akan melangkah ke mana. Gue merasa ada di sebuah persimpangan jalan yang bercabang dan belum berani memutuskan untuk berjalan ke arah mana. Entah karena gue yang ragu, atau hanya takut saja. Gue bukan lagi Furqon 2 tahun lalu yang bisa berbaur dengan baik di lingkungan mana pun. Itu yang gue takutkan. Jika kelak nanti gagal, gue akan bernaung ke mana? Gue masih mencari apa itu rumah. Untuk seseorang yang tidak mempunyai tempat untuk kembali dan bingung ke mana harus menuju, gue benar-benar tersesat. Atau mungkin, gue hanya terlalu banyak berpikir, dan itu yang membuat gue tersesat.
Jika memang memungkinkan, gue ingin menghilang. Pergi jauh ke tempat yang gak gue kenal. Jika memang diijinkan bertahan hidup, gue akan berusaha untuk bertahan hidup. Dengan identitas baru, di dunia yang gak ada diri gue yang lama. Di kota tak dikenal tanpa gue di dalamnya.

Selasa, 02 Oktober 2018

Shelter

Silakan nonton video bagus ini dan rasakan sensasinya.


https://www.youtube.com/watch?v=fzQ6gRAEoy0

The Message:

"To Rin From : Dad There was just so little time left after you were born. I don't know how much love I managed to pour into raising you after your mother died... But your smile kept me going. (^_^) I would like to have come with you, but I couldn't. I wanted you to forget everything and move on... I knew you'd be alright. But you'll get lonely, and remember. I know you'll grow strong, and read this letter some day. I really wish we could have spent more time together. I'm sorry. You were so young back then, too young to understand what they meant. So let me repeat... My final words to you."

Sabtu, 29 September 2018

Akhir Musim Panas

Kita pernah berharap untuk pergi ke luar angkasa bersama-sama. Kamu ingin pindah ke Planet Mars, karena menurutmu sepi dan menenangkan. Sementara aku, aku hanya ingin pergi dari Bumi. Kita membicarakan ide itu dan mempersiapkannya dengan matang. Aku menyiapkan blueprint pesawat luar angkasa, sementara kamu menghitung formula-formula. Menurutku, kita adalah tim yang kompak. Rekan yang sempurna. Meski kadang berdebat hebat, kita masih memandang ke arah yang sama. Luar angkasa. Itu yang membuat kita terikat dan tak bisa begitu saja saling melepaskan.
Suatu hari, kamu menghilang. Kukira, kamu hanya butuh ruang untuk menyelesaikan rumus dan angka-angka dalam membuat formula untuk bahan bakar pesawat ruang angkasa yang kita rancang bersama. Tapi, aku salah. Ketika kamu datang kembali, kamu hanya bilang, “Aku rasa, aku sudah menemukan alasan untuk tetap tinggal di Bumi. Aku harap kamu juga menemukan alasan itu.” Kemudian kamu pergi dan menghilang.
***
Hari ini, setahun setelah kamu menghilang, aku masih belum bisa menemukan alasan untuk tetap berada di Bumi. Aku masih ingin mengitari galaksi dan melayang dalam luar angkasa tanpa batas. Aku ingin menemukan Tanah Eden.
***
Hujan turun pada hari-hari terakhir Bulan Sepember. Menghapus debu, menghalau terik, melenyapkan sisa-sisa aku dan kamu.
Kupikir, aku sudah benar-benar mampu melupakanmu. Sampai suatu malam jelang Oktober, kamu tiba-tiba hadir dalam mimpiku.

Jumat, 07 September 2018

Kok Mantan Makin Cantik Ya?


Rasanya lama banget gak corat-coret di blog. Mungkin karena gue mulai fokus sama pekerjaan-pekerjaan dan proyek yang entah kapan sampai ke publik itu. Menulis blog ini ditemani oleh lagu-lagu Figura Renata, kayaknya udah cukup menandakan bahwa gue sedang berpikir. Sampai sore tadi, gue ngerasa kalo hari ini gue gak berguna banget. Pagi, bangun tidur dan langsung haha hihi di grup Whatsapp sambil melemparkan beberapa jokes gak penting. Kemudian bermain game sampai menjelang sore dan ketiduran sampai hampir maghrib dan lupa mengirimkan email ke editor di jam kerja. Mau gak mau ya ngirim besok di jam kerja. Waktu mikir kenapa hidup ini tak berguna banget, patner gue dalam membuat komik, menghubungi. Revisi lagi. Diskusi lagi. Ngulik ide lagi. Akhirnya ada kegiatan berguna hari ini. Begitu pikir gue.

Menjelang pukul 11 malam, handphone gue berbunyi. Ada telpon dari temen. Gak mungkin dari pacar. Kami membicarakan banyak hal malam tadi. Tentang bedanya sifat cowok dan cewek. Ngomongin film. Ngomongin masa lalu dan masa kini. Ngomongin agama. Ngomongin eksistensi Tuhan. Ngomongin bagaimana cara mendidik anak yang baik padahal kami berdua masih sama-sama jomblo. Ngomongin surga dan neraka. Banyak. Ternyata, hari ini bukan gak ada gunanya, tapi Tuhan membuat gue menyimpan energi untuk menghadapi malam yang panjang dengan obrolan berat dengan seorang teman.

Yang mau gue sampaikan adalah: terkadang, kita terlalu terpaku dan menyesali apa yang sudah berlalu. Tanpa berpikir dan melihat apa yang masih bisa kita lakukan di masa depan. Kayak gue yang udah yakin banget kalo hari ini gak berguna padahal masih tersisa beberapa jam lagi sebelum tengah malam yang menandakan pergantian hari. Kita bukan gak berguna, cuma belom menemukan momen yang pas saja untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat. Asik. Serius banget ya gue kali ini.

Jangan pernah memojokkan diri sendiri. Yang memojokanmu cukup orang-orang yang rajin ngomong, “Mantan lo kok setelah putus ama lo dia jadi makin cantik ya?”

Rabu, 18 Juli 2018

Moonlit Garden


Aku merindukan masa-masa di mana kehidupan berjalan dengan sederhana dan biasa saja. Padang rumput yang hijau sepanjang mata memandang, suara domba-domba yang saling bersahutan, nyanyian Paman Ek yang penuh semangat pada pagi hari, dan suara angin yang membuat hati tenang. Hari-hari yang damai.
Kebohongan yang indah.
***
Aku masih mengingatnya dengan baik. Hari itu, usiaku genap menginjak 15 tahun. Usia di mana seorang kurcaci menentukan pilihan hidupnya. Seorang kurcaci biasanya menghabiskan hidupnya dengan menjadi seorang penggembala, berkebun, menambang, atau menjadi seorang pandai besi. Kampung halamanku, Moonlit Garden, adalah tempat di mana banyak pandai besi berbakat terlahir. Bahkan ada pepatah yang katanya berusia ratusan tahun berbunyi; Jika ingin menaklukkan dunia, pergilah ke Moonlit Garden. Maksudnya, Moonlit Garden menyediakan semua kebutuhan para petualang dengan kualitas terbaik. Armor yang kuat, pedang yang tajam, perisai yang tangguh, semuanya bisa didapatkan di sini. Di desa indah dan ramah bernama Moonlit Garden.
Sejak kecil, aku selalu memandang para petualang dengan takjub. Menurutku, memakai armor dan bersenjatakan pedang atau tombak itu sangatlah keren. Kelak, aku ingin seperti mereka. Begitu pikirku.
Impian yang selalu jadi bahan olok-olokan teman-teman dan keluargaku. Bukan tanpa alasan mereka mengoloknya. Tinggi maksimal kucaci hanyalah 120 cm. Tinggi rata-rata kurcaci biasanya berkisar antara 90 sampai 110 centimeter. Dari ukuran tubuh saja, kami bakal kerepotan sendiri. Kami tipe bukanlah petarung. Begitu pikir kebanyakan kurcaci-kurcaci lain. Tapi, aku tidak berpikir demikian. Tekadku sudah bulat. Aku akan menjadi seorang petualang ketika dewasa nanti.
***
Hari itu, untuk pertama kalinya aku melihat lautan api. Lautan api yang melahap seluruh Moonlit Garden. Seekor naga terus-menerus menyemburkan api dari mulutnya.
Dengan tubuh bergetar dan rasa takut luar biasa, aku berucap lirih, “Hentikan…”
“Kumohon hentikan.” Kataku lagi.
“HENTIKAAAANNN!” teriakku.
Beberapa detik kemudian, tubuhku terangkat. Seorang petualang—yang akhirnya kutahu adalah Igris, menggendongku dan memasuki hutan.
“Itu adalah seorang pengendara naga! Kita butuh bantuan untuk mengalahkannya!” Kata Igris sambil terus memasuki hutan semakin dalam.
Pemandangan terakhir yang kuingat hari itu adalah Moonlit Garden yang sudah berubah menjadi lautan api dan mulai menghilang diantara pepohonan dan gelapnya hutan.
***
Hari ini, aku kembali memimpikan hari itu. Hari di mana aku genap berusia 15 tahun. Moonlit Garden mempunyai tradisi unik yang mengharuskan kurcaci yang berusia 15 tahun naik ke panggung di alun-alun desa dan memproklamirkan dirinya memutuskan akan menjadi apa dan disaksikan oleh hampir seluruh penduduk desa. Di tengah-tengah perayaan tersebut, aku memproklamirkan diri jika aku akan menjadi seorang petualang. Mendengar hal itu, sebagian penduduk desa tertawa terbahak-bahak, sebagian mengolok, dan kulihat keluargaku mengata-ngataiku. Melihat hal itu, aku tiba-tiba saja berteriak dengan keras, “Aku harap kalian semua menghilang saja!” kemudian, aku turun dari panggung dan berlari ke arah utara desa dan memasuki hutan untuk menenangkan diri. Hal yang selalu aku lakukan ketika aku merasa sedih atau kesal.
Sore itu, aku melihat lautan api untuk pertama kalinya. Api yang baru bisa dipadamkan 10 hari kemudian. Aku memasuki reruntuhan Moonlit Garden dengan perasaan getir. Semuanya menjadi abu. Semua penduduk desa menghilang seperti yang aku harapkan. Tapi, meskipun itu terwujud. Entah kenapa dadaku terasa sangat sakit. Mataku terasa terbakar. Yang bisa kulakukan hanyalah menangis sejadi-jadinya.
Saat itu, dalam hati aku berteriak, “Aku tidak ingin kalian semua menghilang!”

Senin, 04 Juni 2018

Review Deadpool 2


Review ini gue tulis selama tujuh hari tujuh malam. Bukan karena sibuk. Bukan juga karena gue sibuk bangunin orang sahur bareng anak-anak komplek. Bukan. Ditulis seminggu karena gue emang dasar mager aja.
Punchline-nya kurang? Bodo amat.

***ALLERT! REVIEW INI MENGANDUNG SEDIKIT SPOILER!***

Karakter paling nyebelin di Marvel Universe ini akhirnya mengeluarkan film keduanya. Setelah sukses besar dengan film pertama yang sebenernya cuma dibikin iseng-iseng, kali ini Deadpool mengeluarkan film yang lebih bener dan terarah. Bener dalam artian, tema yang diusung kali ini lebih berisi daripada film pertama. Kalo film pertama bertema cinta, film kedua ini bertema keluarga. Itu sebabnya film ini bener. Apa sih tema cinta-cinta itu. Gak penting.
Sedangkan kenapa gue sebut terarah, itu karena film ini gak serampangan dan gak sebrutal film pertama. Timeline-nya juga lurus-lurus aja. Beberapa jokes juga sangat terkonsep. Elo bakal bisa lebih menikmati film ini kalo referensi pop culture lo banyak. Karena jokes-jokes di film ini nyerempet banyak semesta lain. Kalo gak mudeng, lo gak akan ketawa kenceng dan menganggap film ini garing.
Ngomong-ngomong soal garing, bioskop tempat gue nonton sangat amat lah garing. Sepanjang film, cuma ada satu jokes yang bikin tertawa berjamaah. Waktu DP bilang ke Thanos Cable, “So Dark. Are you sure you not from DC universe?” Selebihnya, gue cekikikan sendiri. Yah, positive thingking aja. Mungkin penonton lain gak tau siapa itu John Wick.
Kali ini mari kita membicarakan teknis berkomedi. Secara teknis, komedi Deadpool 2 lebih terkonsep dibanding film pertama yang serampangan abis. Bisa jadi ini menandakan kematangan, bisa jadi juga karena keresahan yang diangkat lebih sedikit. Menurut gue, permasalahan komedi Deadpool 2 ada di yang kedua. Itu sebabnya banyak jokes yang gak terlalu pecah dan kita ngerasa ada sesuatu yang hilang dari film pertamanya. Kenapa begitu? Menurut data, film Deadpool yang pertama memiliki budget terbatas. Itu sebabnya keresahan tim di film pertama banyak banget. Mereka akhirnya memutar otak gimana caranya buat mengisi kekurangan sana-sini. Inget gak kenapa waktu mau perang, senjata sama amunisi DP selalu ketinggalan di film pertama? Kabarnya, itu karena budget mereka gak cukup buat beli amunisi. Tapi, dari situ jokes-jokes segar bermunculan. Inilah yang gak ada di film kedua. Dengan budget yang lebih banyak, kabarnya lebih dari dua kali lipat dari film pertama… jelas tim DP2 lebih nyaman. Mungkin inilah sebabnya banyak penonton yang merasa film kedua ini berbeda.
Apakah ini artinya film kedua Deadpool gak lebih bagus dari film pertamanya? Nggak. Seperti yang gue bilang tadi, film kedua lebih bener dan terarah. Permasalahan hanya ada di komedinya aja yang barusan gue bahas. Dan selera komedi orang itu berbeda.
Setelah ngomongin teknis, dll. Mari sekarang bicara tentang karakter-karakter di film ini.
Hampir semua karakter di DP2 dapet porsi yang pas. Doppinder (si sopir taksi galauan) kali ini dapet jatah scene banyak. Deadpool-Cable yang komikal banget. Yukio (Hi! Yukiooo) yang bikin seger mata walaupun jatah ngomongnya dikit. Btw, Mbak Kutsuna Shiori ini gede di Australia, tapi bahasa inggrisnya makin jelek aja. Pantesan dulu ada yang marah-marah waktu nonton Beck. Tapi gapapa, aku tetap sayang.
Karakter paling keren di film ini menurut gue adalah Domino! Entah apa jadinya film ini tanpa dia. Yang paling gak keren? Juggeurnaut. Kenapa? Yang udah nonton pasti tau deh ya. Yang belom nonton? MAKANYA NONTON! JANGAN NUNGGU BAJAKAN MULU!
Sekian dulu review sok edgy gue kali ini. Kalian menganggap kalo gue sotoy dan sok? MAKANYA GUE BILANG SOK EDGY!
Rating? Gue udah gak mau ngasih rating-ratingan lagi buat hal apa pun. Semua itu perkara selera. Jangan berhenti mencoba sesuatu atau berhenti melakukan sesuatu hanya karena segelintir orang yang bilang jelek. Begitu juga sebaliknya. Jangan mencoba sesuatu hanya karena banyak yang melakukannya. Semua sesuai selera masing-masing.
Okey?

Senin, 30 April 2018

Review Infinity War

Sepuluh tahun sudah Marvel Cinematic Universe mengudara. Dalam kurun waktu 10 tahun, Infinity War adalah film ke-19 MCU. Inovasi baru yang digagas Kevin Fiege ini terbukti sukses. Karena dari 18 film sebelum Infinity War, hanya 1 film saja yang bisa dibilang gagal. Fans-fans baru bermunculan. Dulu, banyak dari kita yang abai akan sosok Iron Man. Bahkan bagi pembaca komik Marvel sekalipun, Iron Man bukanlah sosok superhero yang layak untuk dijadikan idola. Kita lebih suka pada sosok Captain America, Fantastic Four, X-Men, Wolfverin, Hulk, atau Spider-Man. Tapi, sejak kemunculannya dalam MCU, kita mulai mengenal dan mengidolakan sosok Iron Man yang begitu melekat pada Robert Downey jr.
Infinity War menjadi film paling ditunggu tahun ini. Sejak kemunculan trailernya, perasaan gundah menyelimuti dan terus menghantui jiwa. Persis kayak inget mantan padahal lo harus move on. Hasilnya? Wow! Gue keluar dari bioskop dengan mata merah karena sempat menitikkan air mata. Pada akhirnya, kita gak akan bisa membenci Thanos. Malah sebaliknya, kita akan merasakan betapa getir perasaannya. Betapa sakit semua yang dia rasakan. Semua itu hanya untuk mewujudkan satu impian.
Gue gak pernah meragukan Russo Brothers dalam menggarap film. Mereka sudah membuktikan diri lewat The Winter Soldier dan Civil War yang begitu apik. Begitu pula dengan Infinity War. Ini adalah film terkuat Marvel sejauh ini. Semua elemen diramu dengan baik dan pas. Gak ada yang berlebihan. Kalo gak percaya, tonton aja filmnya sendiri.
Penantian panjang untuk menunggu Avengers 4 menanti. Tapi, sebelum itu, Marvel akan mengeluarkan 2 film yang akan mengantarkan kita ke Avengers 4 yaitu Ant-Man & The Wasp dan Captain Marvel. Kedua film ini kemungkinan akan sangat penting, mengingat semua film Marvel saling berhubungan. Mari kita nikmati waktu yang menyiksa ini bersama, teman-teman. Kamu gak sendiri dalam menghadapi penderitaan ini.
Rating? 100/10!
Pokoknya perfecto! Kayak kecantikannya Chelsea Islan.

Sabtu, 21 April 2018

Review Tokyo Ghoul :re


Sebagai salah satu anime yang paling ditunggu season ini, Tokyo Ghoul :re jelas jadi primadona penggemar jejepangan, khususnya anime mania. Gue sendiri menunggu dan menantikan bagaimana adaptasi Studio Pierrot pada seri :re kali ini. Karena jujur, gue sangat kecewa dengan adaptasi mereka pada 2 edisi Tokyo Ghoul sebelumnya. Kenapa? Mungkin akan gue bahas lain kali. Atau kalian bisa baca review-review lainnya di situs-situs jejepangan lainnya.
Karena seri :re sudah memasuki 3 episode, gue akan membuat review first impression-nya. Kenapa harus menunggu 3 episode dulu? Itu karena katanya, 3 episode adalah momen sakral di mana elo harus menentukan akan menonton anime tersebut atau nggak. Karena ada beberapa anime yang baru menarik setelah kita menonton beberapa episode. Ini buat sebagian orang sih. Temen gue malah harus nonton 5 episode dulu buat nentuin anime tersebut layak atau tidak untuk dilanjutkan. Kalo gue sendiri agak ketat. Episode 1 gak tertarik, bakal gue tinggal. Hal ini gue lakukan sama Violet Evergarden dan Darling in the FRANXX.
LOL!
Secara pribadi, gue bukan pembaca manga Tokyo Ghoul yang taat, karena gue sangat membenci Kaneki. Dalam artian, dia itu adalah tokoh utama terbusuk dari semua tokoh utama yang gue kenal. Yang kedua mungkin Maka Albarn dari Soul Eater. Tapi, untuk seri :re sendiri, gue sangat suka dengan kepribadian Haise Sasaki sebagai tokoh utama. Dia punya pribadi yang asik dan menyenangkan.
Fokus cerita Tokyo Ghoul :re sendiri berpusat pada keseharian Haise sebagai CCG atau Penyidik Khusus Ghoul dan tim yang dibimbingnya. LHO? Terus ke mana kah Ken Kaneki? Ya makanya ditonton aja biar tahu gimana nasib si kampret itu.
Dari awal, gue udah menurunkan ekspetasi. Kita membicarakan Pierrot yang terkenal sakarepe dewe dalam mengerjakan proyeknya. Mungkin karena udah nurunin ekspetasi, gue sangat menikmati episode pertama. Padahal, episode pertama ini mengambil dari 5 chapter awal manganya (CMIIW) yang udah pasti sangat padat. Kenapa padat? Karena Tokyo Ghoul :re adalah manga bulanan dan porsi halamannya lebih banyak dari manga mingguan. Beberapa detail manga ada yang tidak diadaptasi jadi anime, tapi entah kenapa gue ngerasa oke oke aja. Karena gue fans Juzo Suzuya di seri ini, gue sangat senang ketika melihat dia tampil kembali di seri ini. Dan gue sangat berharap Juzo masih memiliki peforma ‘gila’ seperti sebelumnya. Oiya, gue gak tahu banyak soal ini karena gue berhenti baca Tokyo Ghoul :re di chapter 8. Mungkin akan gue lanjut ketika season ini selesai.
Momen paling nyes dalam 3 episode pertama buat gue adalah ketika pertemuan Haise dan Touka untuk pertama kalinya. FAK! ITU KEREN BANGET! BIKIN BAPER, ELAH. Selebihnya ya sedang-sedang saja.
Akan ada banyak tokoh lama dari seri Tokyo Ghoul yang keluar, ditambah beberapa tokoh baru yang misterius. Ada tokoh yang bloon tapi nyenengin abis. Ada juga tokoh yang serius banget.
Aogiri akan muncul kembali dan mulai bergerak (lagi) ketika ending episode 3. Apakah akan ada perang besar antara CCG dan Aogiri lagi? Patut ditunggu.
Hal menyenangkan di Tokyo Ghoul :re kali ini juga berasal dari soundtrack-nya yang asik. Gue berani bilang kalo Tokyo Ghoul :re mempunyai soundtrack terbaik di season ini. Opening-nya berjudul Ashyxia yang dibawakan oleh Co shu Nie. Sementara ending seri ini berjudul Half yang dibawakan oleh queen bee. Coba dengerin deh. Asik.
Jadi, anime ini gue rekomendasiin apa nggak?
Buat kalian yang udah mengikuti seri Tokyo Ghoul sebelumnya, silakan tonton. Sampai di episode 3, seri ini masih menyenangkan. Semoga bisa berlanjut sampai episode-episode selanjutnya. Dan semoga aja Pierrot gak mengubah banyak hal di Tokyo Ghoul :re seperti seri-seri sebelumnya. Terus gimana buat yang sebelumnya gak nonton Tokyo Ghoul sebelumnya? Gak masalah. Karena Tokyo Ghoul :re adalah seri yang benar-benar baru. Kalo diibaratkan, ini adalah Lord of the Ring yang gak masalah ditonton meski belum pernah menonton The Hobbits sebelumnya.
Selamat menonton, teman-teman!

Teruntuk Arsene Wenger




Teruntuk Arsene Wenger,

Dalam beberapa tahun terakhir, kita tidak memiliki hubungan yang baik, bukan? Saya sudah sangat jengah dan begitu meendambakan perubahan dalam tubuh Arsenal. Saya yang dulu sangat mencintaimu ini, tiba-tiba saja berubah jadi sosok pembencimu yang sangat vokal dalam mengampanyekan tagar #WengerOut. Tapi anda bergeming dan acuh. Anda masih keras kepala seperti biasanya.
Sudah berapa tahun sejak itu ya?
Hari ini, ketika kampanye tersebut sudah loyo dan semua orang sudah menyerah, anda tiba-tiba mengumumkan akan mengundurkan diri akhir musim nanti. Semua begitu tiba-tiba. Sungguh tanpa aba-aba.
Ada sorak sorai yang riuh, ada air mata yang jatuh, ada pula jeritan histeris. Sebuah era sudah berakhir. Semua berkata demikian.
Saya termenung sejenak ketika mendengar kabar ini. Ada getir di dalam hati yang sangat susah saya deskripsikan dengan baik. Ada perasaan bahagia yang mengerubungi hati saya. Tapi, jauh di dalam lubuk hati yang paling dalam, saya terluka. Ternyata, masih ada sisa-sisa cinta untuk anda.
Begitu pikir saya.
Dengan pengumuman ini, mau seberapa buruknya permainan Arsenal 2 musim terakhir… pada akhirnya, kami tidak akan bisa membenci sosok anda. Anda benar-benar sangat pintar dalam mengambil momen dan naik panggung ya? Sepertinya, julukan Profesor bukanlah julukan yang salah. Haha.
Anda tidak bilang akan pensiun, jadi, apapun yang akan anda lakukan di masa depan nanti, semoga itu berjalan baik untuk anda. Masih ada banyak yang mengakui kejeniusan dan bakat anda. Semoga semuanya berjalan lancar.
Merci, Arsene!

Selasa, 10 April 2018

Awal Musim Semi


Hari ini, Rena-san kembali lagi ke rutinitasnya sehari-hari. Dia berangkat dari  rumah pagi-pagi sekali untuk menaiki kereta keberangkatan pertama agar tidak terlambat sampai ke tempat kerjanya. Seingatku, keseharian seperti ini sama sekali tidak dia tulis di dalam buku impiannya. Seingatku, dia dari dulu sangat ingin menjadi seorang artis gambar. Menggambar adalah hal yang sangat Ia senangi sejak dulu. Tapi, hidup dan dunia nyata tidak sebaik yang kami pikirkan. Impian yang sering kami umbar dan ucapkan, ternyata tidak semudah itu diwujudkan. Lalu, di sinilah kini Rena-san berada. Di dalam gerbong kereta keberangkatan pertama yang masih sepi untuk berangkat bekerja. Terkadang, dia pulang pada pukul 9 malam. Terkadang, di hari libur, dia mengerjakan pekerjaan kantornya. Terkadang, dia malah sama sekali tidak libur karena ada acara dari tempat kerjanya. Impiannya semakin terasa jauh untuk dijangkau. Tapi, Rena-san tidak menyerah. Sepulang bekerja, selelah atau selarut apapun dia sampai di rumah, satu jam sebelum pergi ke tempat tidur, Rena-san selalu menyempatkan diri untuk menggambar. Dia menggambar agar kemampuannya tidak menumpul. Agar suatu hari nanti, dia masih bisa mendapat kesempatan untuk menggapai impiannya. Begitulah Rena-san. Begitulah seharusnya Rena-san yang aku kenal.
***
Hari minggu pagi di awal April, aku bangun pagi sekali. Pagi sekali dalam artian: Aku memasang alarm pukul 9 pagi, tapi ternyata aku bangun pukul 7 pagi. Aku beranjak dari tempat tidur dan membuka korden kamarku yang berwarna biru laut. Pemandangan yang menyambutku pagi itu adalah sakura yang mekar dan cuaca mendung yang menaunginya. Perasaan sesak tiba-tiba menyergap dadaku. Sepertinya, aku mengingat hal yang harusnya tidak aku ingat. Aku benci mengatakannya, tapi, aku kembali mengingat gadis itu. “Kenapa kamu masih ada di dalam kepalaku? Pergilah!” Gumamku.
Dalam sesak yang kurasakan, dalam perih yang menyerang hatiku hebat. Aku terpaku dan memandang sakura dengan gundah. “Bunga sakura jatuh dalam kecepatan 5 centimeter per detik.” Kataku. Kalimat itu aku dapatkan dari sebuah film Makoto Shinkai. Film yang membuatku hanyut dalam perasaan tidak nyaman. Tapi, entah mengapa, aku sangat menyukai film tersebut.
Sebelum aku hanyut dalam perasaan yang siap menenggelamkanku dalam kegundahan, handphone-ku berbunyi. Sebuah pesan dari Rena-san yang berbunyi “Kau sudah bangun? Kalau kau terlambat, aku akan menghajarmu.” Berhasil mengembalikanku kembali ke dunia nyata. Dia, sekali lagi sudah menyelamatkanku.
***
Aku mengenal Rena-san sejak dia masih duduk di bangku SMA. Meski dia lebih muda dariku 4 tahun, aku menyematkan panggilan “-san” di belakang namanya karena aku menghormatinya. Kau mungkin akan tertawa. Tapi, aku benar-benar menghormatinya dari lubuk hatiku yang paling dalam. Jika ditanya alasannya, aku juga tidak terlalu ingat. Hanya saja, dari sekian banyak orang yang aku kenal, Rena-san adalah orang yang paling berpengaruh dalam hidupku.
Setelah mendapatkan pesan bernada ancaman darinya, aku langsung bersiap dan bergegas. Hari itu, kami berjanji akan menonton sebuah film. Janji yang sudah beberapa kali tertunda karena kesibukannya. Bahkan, kami harus mengubah beberapa kali film apa yang akan kami tonton sebelumnya. Yah, aku tidak menyalahkannya. Meski kadang Rena-san selalu takut jika aku akan marah karena beberapa kali menunda janji kami. Aku mengerti, dia kini sudah bekerja. Dia sudah punya tanggung jawab lain karena pekerjaannya. Sementara aku? Aku masih saja berkutat dengan diriku sendiri.
 Sudah 7 tahun aku mengenalnya, dan dia sama sekali tidak berubah. Yah, dari sejak SMA pun, dia sudah memiliki pikiran orang tua. Aku tidak tahu kenapa itu bisa terjadi. Tapi, sejak dulu, dia paling pintar dalam menasehatiku. Tunggu. Apa mungkin ini sebabnya aku menghormatinya, ya?
***
Hari itu, Rena-san memakai baju pink dengan rok panjang berwarna caramel. Setelah membeli tiket film, kami bercengkrama sambil berkeliling terlebih dahulu. Masih ada waktu sekitar 45 menit sebelum film diputar. Seperti biasa, kami mengobrol tanpa jeda. Entah kenapa, selalu ada bahan obrolan jika aku sedang bersamanya. Rena-san masih bawel seperti biasanya. Aku sedikit lega. Kupikir, dia akan menjadi sedikit murung karena pekerjaan barunya. Yah, mungkin aku saja yang terlalu khawatir.
“Editor penerbit itu kemarin menghubungiku.” Kataku membuka percakapan baru.
“Benarkah? Lalu dia bilang apa?” tanyanya dengan sorot mata antusias.
“Yah, kau tahu? Ada beberapa revisi. Aku benar-benar berharap komik itu akan segera diterbitkan di majalah.”
“Yeay! Selamat!” Serunya. “Aku akan menantikannya. Aku ingin membacanya. Sungguh.” Aku hanya tersenyum mendengarnya mengucapkan kalimat itu. Aku bingung harus berkata apa lagi.
Aku paling tahu Rena-san lah yang sangat ingin debut di majalah sebagai mangaka. Aku paling tahu dia terus menggambar disela-sela kesibukan barunya sebagai pekerja. Tapi, saat itu, aku hanya berseru dalam hati, “Tunggulah! Aku akan berusaha untuk bagianmu juga!”
***
 Aku pernah beberapa kali patah hati. Dia mengetahui beberapa cerita-cerita tersebut. Dia tahu kisah cinta dari yang aku masih sangat menggebu-gebu soal urusan asmara, sampai akhirnya kini aku merasa hatiku sudah mati rasa. Di dalam perjalanan pulang dari bioskop, dia tiba-tiba berkata “Lain kali, kalau kita berdua janjian lagi, pastikan kau tidur yang cukup.” Mendengarnya, aku hanya tersenyum dan berkata dalam hati, “Ah, sial. Aku ketahuan.”
“Kau benar-benar menyebalkan saat kurang tidur.” Katanya lagi.
“Kenapa?” Tanyaku dengan nada meledek.
“Masih mau kujelaskan?” Dia menatapku sambil mengacungkan kepalan tangannya ke wajahku. Aku hanya bisa tertawa kecil saat melihatnya melakukan itu. Aku sudah tidak punya alibi atau alasan lagi untuk mengelak. Kurang tidur benar-benar membuat otakku buntu.
Kami duduk di sebuah bangku taman sambil menikmati beer kalengan yang kami beli di mesin penjual otomatis. Juga seporsi takoyaki hangat yang sudah membuatku kenyang hanya dengan melihatnya saja. Bulatannya benar-benar sangat besar.
“Hei, kau cepatlah punya pasangan.” Ujarnya tiba-tiba.
“Hah? Kenapa? Kok tiba-tiba bilang begitu?”
“Minimal kau harus punya teman untuk berbagi. Kau selalu memendam perasanmu. Benar-benar menyebalkan.”
“Rena-san, kau tahu kan kenapa aku begini? Aku rasa, aku sudah tidak bisa lagi jatuh cinta.”
“Dasar keras kepala!” Bentaknya sambil memukul kepalaku.
Setelah mengatakan itu, dia benar-benar diam. Kini, dia sibuk mengunyah takoyaki-takoyaki itu. Sementara itu, aku juga diam sambil menenggak beer dan memandangi sakura.
“Rena-san.”
“Apa?”
“Mungkin, kalau harus memiliki pasangan, kau adalah pilihan pertamaku.”
“Apa kau serius?” tanyanya yang hanya kujawab dengan sebuah anggukan.
“Kalau begitu, kau harus bisa mandiri. Kau harus bisa menghidupi dirimu tanpa kesusahan lebih dulu. Saat penghasilanmu sudah cukup baik, nanti kita bicarakan ini lagi.” Katanya.
“Haha. Baiklah.” Kataku.
***
Malam itu, angin musim semi menembus hatiku dan membuat tubuhku terasa hangat. Sekali lagi, Rena-san menyelamatkanku. Dia memberikanku tujuan hidup baru. Kurasa, dia hanya menyemangatiku dengan cara yang berbeda. Malam itu, aku bersumpah. Aku akan berusaha menepati apa yang dia minta. Lalu aku juga akan mewakilinya untuk debut di majalah sebagai mangaka. Lalu, jika saatnya sudah tiba, aku benar-benar ingin hidup bersamanya.

Kamis, 22 Februari 2018

Review Black Panther



Akhirnya review ini bisa dibuat setelah drama laptop yang ngadat seminggu dan pacar yang gak ngasih kabar 3 minggu. Yang terakhir bohong sih.
Okey, langsung aja. Sejujurnya gue agak kaget dengan hype Black Panther di mana-mana. Film ini laku keras, bahkan masuk ke dalam 10 besar film dengan pendapatan terbesar dalam sejarah selama pembukaan. Kaget di sini bukan berarti karena menganggap film ini gak bagus. Bukan. Tapi karena ini adalah film solo pertama superhero Marvel. Biasanya sih gak sebegini hype-nya.
Reaksi seminggu ini di berbagai platform yang gue pantau cukup beragam. Ada yang suka, ada yang biasa aja, ada juga yang gak suka dengan alasan komiknya lebih oke. Pendapat terakhir sih bodo amat ya. Menurut gue sendiri, Black Panther sukses meneruskan kesuksesan film-film MCU di pasar. Dari segi cerita, plot Black Panther ini sederhana dan gak megah. Tapi, background Kerajaan Wakanda yang dibedah di film ini sukses jadi bumbu pelengkap yang membuat film ini tersaji dengan baik. Awalnya, gue agak sdikit meragukan komentar-komentar kritikus yang bilang kalo Erik Killmonger adalah  Villain terbaik di MCU. Tapi setelah nonton, gue sangat setuju sama kritikus-kritikus ini. Kenapa? Ya nonton aja bagia yang belom nonton.
Ini adalah film terakhir MCU sebelum Infinity War. Dengan modal film sebagus ini sebelum perang besar melawan Thanos, mari kita berharap semoga Infinity War jadi film terbaik MCU. Ehm.
Hal favorit di film ini? Semua scene yang melibatkan Shuri. Asli lah, gue naksir banget sama cewek satu ini. Udah pinter, candaannya asik, nyengin, terus senyumnya manis lagi.