Kamis, 22 Februari 2018

Review Black Panther



Akhirnya review ini bisa dibuat setelah drama laptop yang ngadat seminggu dan pacar yang gak ngasih kabar 3 minggu. Yang terakhir bohong sih.
Okey, langsung aja. Sejujurnya gue agak kaget dengan hype Black Panther di mana-mana. Film ini laku keras, bahkan masuk ke dalam 10 besar film dengan pendapatan terbesar dalam sejarah selama pembukaan. Kaget di sini bukan berarti karena menganggap film ini gak bagus. Bukan. Tapi karena ini adalah film solo pertama superhero Marvel. Biasanya sih gak sebegini hype-nya.
Reaksi seminggu ini di berbagai platform yang gue pantau cukup beragam. Ada yang suka, ada yang biasa aja, ada juga yang gak suka dengan alasan komiknya lebih oke. Pendapat terakhir sih bodo amat ya. Menurut gue sendiri, Black Panther sukses meneruskan kesuksesan film-film MCU di pasar. Dari segi cerita, plot Black Panther ini sederhana dan gak megah. Tapi, background Kerajaan Wakanda yang dibedah di film ini sukses jadi bumbu pelengkap yang membuat film ini tersaji dengan baik. Awalnya, gue agak sdikit meragukan komentar-komentar kritikus yang bilang kalo Erik Killmonger adalah  Villain terbaik di MCU. Tapi setelah nonton, gue sangat setuju sama kritikus-kritikus ini. Kenapa? Ya nonton aja bagia yang belom nonton.
Ini adalah film terakhir MCU sebelum Infinity War. Dengan modal film sebagus ini sebelum perang besar melawan Thanos, mari kita berharap semoga Infinity War jadi film terbaik MCU. Ehm.
Hal favorit di film ini? Semua scene yang melibatkan Shuri. Asli lah, gue naksir banget sama cewek satu ini. Udah pinter, candaannya asik, nyengin, terus senyumnya manis lagi.