Sabtu, 30 Mei 2015

Semarang Raid.



Berawal dari aksi jilat menjilat gue ke Penulis PENOMENAL Sayfullan, gue akhirnya punya kesempatan untuk memperdengarkan suara maskulin gue lewat radio untuk mempromosikan buku pertama gue: Cinta Acakadut. Dan hal ini juga yang membuat gue ((akhirnya)) bisa menginjakkan kaki di Kota yang bernama Semarang. Iya, gue ini berasa cupu & malu banget kalo menyebut diri gue sebagai traveller, tapi ya belom pernah main ke Ibukota Provinsi Jawa Tengah ini. Bukannya mau pamer apa gimana, ya. Gue ini udah pernah mengunjungi hampir semua kota besar di pulau jawa, walau sebagian cuma numpang lewat doang. Krik. Tapi entah kenapa, gue malah belom pernah main ke Semarang. Bener-bener cupu. Dan berkat campur tangan Sayfullan, gue akhirnya bisa main ke Semarang juga. #JilatLagi

Di bayangan gue, struktur Kota Semarang awalnya gue bayangin bakal sebelas-duabelas sama Jogja, dan setelah tiba di kota itu, semua bayangan dan perkiraan gue ternyata salah. Semarang ternyata dibagi jadi dua wilayah besar. Yaitu Semarang Atas dan Semarang Bawah. Jadi gini, Semarang Atas adalah sebutan orang Semarang buat daerah yang berada di dataran tinggi, dan Semarang Bawah adalah sebutan untuk daerah di dataran rendah. Dan buat orang awam kayak gue, Semarang menurut gue adalah sebuah bukit yang disulap menjadi sebuah kota. Keren.
Di Semarang juga gak perlu ribet kalo mau nyebutin asal lo dari mana. Misal ada yang nanya, “Bro, lo anak mana?” tinggal; jawab aja “Halo, bro! Gue anak atas bro. Lo pasti anak bawah ya?”
“Yoi, bro. Kok lo tau sih?”
“Tau lah.. Lo kan item.”
“.....”
Iya! Semarang Bawah sumpah panasnya menyengat banget! Mungkin karena daerah bawah emang deket pantai kali ya. Panas di Semarang Bawah & Tangerang menurut gue agak beda. Kalo di Semarang Bawah nyengat banget, kalo di Tangerang itu lembab banget. Kalo di Semarang emang mungkin karena faktor geografis, sementara di Tangerang itu karena faktor Industri yang semakin merajalela. Dimana-mana pabrik berdiri, gimana gak sumpek. Pepohonan sama tanah luas dibongkar buat dijadiin mall atau apartemen. Tapi pas banjir, ngeluh ini itu. Preett banget!

Okeh, lanzoet..
Gue sampe Semarang sekitar pukul 03.40 petang. Gue langsung hubungin beberapa teman buat jemput gue, tapi akhirnya gue dijemput sama Douglas. Dan hal pertama ketika dia katakan pas udah ketemu adalah.. “Gue mau boker dulu, ya.” kan kampret.
Gue akhirnya dianterin Douglas ke kos Wawan. Dia temen gue juga. Jadi, ceritanya gue, Douglas, Wawan, & Penulis Penomenal Sayfullan, dipertemukan di sebuah komunitas yang bernama Kampus Fiksi. Apa itu Kampus Fiksi? Kampus Fiksi adalah sebuah komunitas yang dibuat oleh CEO Penerbit Divapress, Bapak Edi Mulyono. Cara masuk ke Kampus Fiksi adalah dengan mengikuti seleksi dengan mengirimkan sebuah cerpen, dan jika cerpen kalian dianggap bagus, maka kalian sudah pasti akan dinyatakan lolos. Acara ini juga full gratis dan full servis. Enak banget ya? Jaman sekarang jarang banget kan, nemuin yang gratis-gratis tapi full servis? Ihirr~

Hal pertama yang kami lakukan setelah kembali bertemu adalah ngobrol, ngobrol, dan ngobrol. Dari ngobrolin naskah, ngobrolin hal absurd, sampe ngomongin hal-hal mesum juga kami lakukan.
                Tiga orang yang kelak akan mengguncang dunia persilatan perbukuan.



Setelah Douglas pergi, gue akhirnya bisa tidur dan seharian hanya istirahat saja. Kebetulan gue emang lagi kurang enak badan, makanya gue memutuskan buat istirahat di kos wawan aja. Meskipun akhirnya gue tergiur buat keluar setelah mendengar Wawan berkata “Keluar, yuk. Kita keliling UNDIP. Biasanya kalo sore gini banyak cewek-cewek yang lari sore.”

Malamnya, kami semua nginep di kos Douglas setelah menjemput Mbak Rara & Mbak Elly. Kami semua alumni Kampus Fiksi meski berbeda angkatan. Mbak Rara, Mbak Elly, & Penulis Penomenal Sayfullan adalah alumni angkatan pertama. Douglas alumni angkatan sebelas, Wawan angkatan ke duabelas, dan gue sendiri alumni Edisi Non Fiksi angkatan pertama. Jadi, Kampus Fiksi ini udah punya duabelas angkatan dan satu angkatan Edisi Non Fiksi. Keren ya.
Kita semua udah saling kenal dan dekat juga karena sebuah grup WA yang super ancur yang kadang tiap beberapa menit sekali ganti nama. Ancur banget pokoknya. Walaupun ancur, tapi gak tau kenapa rasa kekeluargaan kami semua begitu erat. Pokoknya beda sama grup-grup WA yang pernah gue ikuti.

Hari kedua di Semarang, sakit gue malah semakin menjadi-jadi. Buruknya lagi, gue besoknya siaran di radio buat promo. Kan gak lucu kalo pas siaran gue nyedot-nyedot ingus gitu. Mana ON AIR lagi. Biasa ancur dunia persilatan!
Dan demi kelancaran acara besok hari, gue akhirnya memutuskan untuk full istirahat. Sementara temen-temen yang lain dengan teganya malah bersenang-senang ke objek wisata Goa Kreo. Kalian bener-bener tega, ya. Cukup tau!

***
Hari siaran pun tiba. Suara gue terdengar cukup berat walau aslinya emang berat. Gak sakit aja suara gue udah nge-bass, gimana kalo lagi sakit gini? Nge-BASS.
Dengan sedikit drama karena WA ababil dari Mba Elly, gue akhirnya sampai juga di TRAX FM Semarang dianterin sama Trice. Trice ini juga alumni Kampus Fiksi. Terus, dimana Wawan? Dia masih tidur.
Gue naik ke studio yang berada di lantai tiga dengan gaya elegan, sayup-sayup sudah terdengar kehebohan temen-temen gue yang gue tebak, mereka lagi asik foto-foto. Baru sampai di lantai tiga, gue di sambut sama seorang cewek manis yang kelak gue tau kalau dia adalah ibu dari anak-anakku salah satu penyiar di TRAX FM.
“Ini Mas Furqonie, ya?” ujarnya.
“Iya.” jawab gue sambil cengengesan.
Namanya adalah Ayu. Dan sesuai dengan namanya, dia emang bener-bener berparas cantik. Gue lagi gak gombal loh ini.
Dia bakalan jadi penyiar di acara promo buku gue sama Mbak Elly bareng temen penyiar lainnya yang bernama.. err namanya.. Siapa? Maaf ya, Mas. Aku gak gampang mengingat nama lelaki. Krik.
Ini adalah pertama kalinya gue siaran di radio dan Alhamdulillah semuanya berjalan lancar. Meskipun awalnya gue sedikit agak gugup, tapi berkat Ayu, entah kenapa semuanya terasa begitu sangat mudah. Aku lagi gak gombal loh ini~
Satu jam lewat begitu saja tanpa terasa. Gue ngerasa waktu siaran kami masih kurang lama. Gue masih mau lebih lama lagi dekat-dekat sama Ayu. Satu jam itu masih belum cukup. Kenapa?
Dan setelah acara selesai, kami akhirnya melakukan ini..

r


Agak nyesel juga gak punya Foto berdua sama Ayu, tapi apalah arti foto berdua saat ini. Jika kelak, kami akan foto berdua di pelaminan. Ahzek.



Selesai urusan di TRAX FM, kami semua langsung meluncur ke Sam Poo Kong. Setelah itu, kami langsung menggila di tempat Karaoke.

Setelah acara hura-hura, tibalah saat-saat yang menyedihkan itu datang. Ya, Mba Rara sama Mba Elly pulang ke kota asalnya, sementara gue besok atau lusa juga bakal beranjak dari Semarang. Syedih.
Tapi ya, gitu. Tiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Gue paling gak tahan sama yang namanya “Perpisahan” ini. Soalnya ada perasaan aneh yang tercipta saat hal itu sedang terjadi. Seolah-olah ada hal yang akan segera berakhir dan dalam hati bertanya-tanya “Apa kelak kita masih bisa mengulangnya?” padahal, dengan perpisahanlah kita kadang bisa belajar banyak hal. #GagalFokus

Dan berakhirlah cerita kita, Semarang. Makasih buat kenangannya. Dan terimakasih juga buat anak KF Semarangan (Bang Ipul, Wawan, Douglas, & Trice) yang udah menjamu kami habis-habisan. You rock guys!
Dan ingatlah sumpah yang kita ucapkan pada malam itu. Ya, kita akan mengguncang dunia persilatan dengan karya-karya kita. Bersumpahlah!

Senin, 25 Mei 2015

Lucid



Awan bergerak dengan cepat. Di dunia yang berwarna hitam putih ini, semuanya terasa begitu mati. Awan yang bergerak cepat itu pun hanya seperti gambar bergerak yang berulang.
Tak ada kehidupan selain aku. Tapi, aku juga tak terlalu yakin apakah aku masih hidup. Aku tak bisa merasakan napasku sendiri, sama seperti aku yang tak bisa merasakan cubitan yang kulakukan pada kulitku. Benar-benar kaku. Begitu juga ingatan yang semakin menjauh. Sepertinya, aku sedang bermimpi. Atau mungkin, aku ini sudah mati. Entahlah.

Kemudian aku melihat sesuatu yang mendekat. Hitam seperti bayangan. Aku langsung mengira-ngira kalau sosok itu adalah dewa kematian. Kulihat dia mulai menyeringai. Aku tak bisa berlari, semua sendiku terasa terkunci.
Dia semakin dekat, dan ketika dia akan meraihku, semua menghilang.
Benar-benar hilang dan gelap.

[Terinspirasi dari lagu MAN WITH A MISSION - 7 Deadly Sins]