Selasa, 27 November 2018

Lulus Kuliah



Ritme kehidupan seseorang gak pernah ada yang tahu. Kayak misalnya gue. Gue sempet yakin bisa diterima di perusahaan A, udah wawancara sampai 2x, ternyata malah gagal lolos. Atau gue yang tahun ini mengikuti lomba tingkat Asia, mempertaruhkan semuanya di sana, dan yakin banget bisa masuk 5 besar Asia, malah mentok di 6 besar nasional dan sempet mikir mau minum autan. Yang paling absurd, gue yang dari pertengahan tahun 2018 gak yakin bisa lulus kuliah tahun ini, semingguan lalu malah berhasil wisuda. Terkadang, gue gak tahu gimana surai takdir bekerja. Tapi, gue masih yakin sama Tuhan yang memberikan jalan atas suatu hal. Mungkin karena hal itulah, ada istilah yang bilang “God give what you need, not you want.”
Hari ini, gue menuliskan tulisan ini di sebuah kamar seluas 2x3 meter di rumah teman yang udah gue anggep nyokap sendiri. Ya perkara dia nganggep gue anak atau nggak, itu urusan dia. Yang jelas gue tahu, gue ini sangat merepotkan~
Sudah seminggu gue berada di sini. Rumah ini adalah tempat gue untuk menenangkan diri dan berpikir. Berpikir tentang apa aja. Tentang hidup, tentang masa depan, atau sekedar mikirin mantan yang makin hari kok makin bahagia sama pacarnya. Apa yang gue dapat dari berpikir gak banyak. Terkadang, gue malah tenggelam sama pemikiran sendiri dan berujung stres. Mencoba membagi pada orang lain, tapi yang kemudian terjadi hanyalah percakapan absurd ngalor-ngidul berjam-jam yang mengalihkan semua stres tersebut. Setelah percakapan itu berakhir, gue kembali tenggelam pada pemikiran-pemikiran yang kelam. Gue lupa sejak kapan membangun dinding tinggi ini, sampai akhirnya terlalu asik membangunnya sampai lupa jika ada sesuatu yang penting dalam hidup. Kita tidak bisa mengatasi semuanya sendirian.
Sekarang, pikiran selanjutnya dari lulus kuliah adalah “Mau ngapain?” gue bukan seorang yang pandai dalam mengerjakan ini itu. Satu-satunya kemampuan yang gue akui hanyalah menulis dan membuat konsep cerita. Tapi, gue bingung hal ini mau diarahkan ke mana. Seseorang mencoba untuk mengarahkan, tapi gue masih bingung akan melangkah ke mana. Gue merasa ada di sebuah persimpangan jalan yang bercabang dan belum berani memutuskan untuk berjalan ke arah mana. Entah karena gue yang ragu, atau hanya takut saja. Gue bukan lagi Furqon 2 tahun lalu yang bisa berbaur dengan baik di lingkungan mana pun. Itu yang gue takutkan. Jika kelak nanti gagal, gue akan bernaung ke mana? Gue masih mencari apa itu rumah. Untuk seseorang yang tidak mempunyai tempat untuk kembali dan bingung ke mana harus menuju, gue benar-benar tersesat. Atau mungkin, gue hanya terlalu banyak berpikir, dan itu yang membuat gue tersesat.
Jika memang memungkinkan, gue ingin menghilang. Pergi jauh ke tempat yang gak gue kenal. Jika memang diijinkan bertahan hidup, gue akan berusaha untuk bertahan hidup. Dengan identitas baru, di dunia yang gak ada diri gue yang lama. Di kota tak dikenal tanpa gue di dalamnya.