Sabtu, 29 September 2018

Akhir Musim Panas

Kita pernah berharap untuk pergi ke luar angkasa bersama-sama. Kamu ingin pindah ke Planet Mars, karena menurutmu sepi dan menenangkan. Sementara aku, aku hanya ingin pergi dari Bumi. Kita membicarakan ide itu dan mempersiapkannya dengan matang. Aku menyiapkan blueprint pesawat luar angkasa, sementara kamu menghitung formula-formula. Menurutku, kita adalah tim yang kompak. Rekan yang sempurna. Meski kadang berdebat hebat, kita masih memandang ke arah yang sama. Luar angkasa. Itu yang membuat kita terikat dan tak bisa begitu saja saling melepaskan.
Suatu hari, kamu menghilang. Kukira, kamu hanya butuh ruang untuk menyelesaikan rumus dan angka-angka dalam membuat formula untuk bahan bakar pesawat ruang angkasa yang kita rancang bersama. Tapi, aku salah. Ketika kamu datang kembali, kamu hanya bilang, “Aku rasa, aku sudah menemukan alasan untuk tetap tinggal di Bumi. Aku harap kamu juga menemukan alasan itu.” Kemudian kamu pergi dan menghilang.
***
Hari ini, setahun setelah kamu menghilang, aku masih belum bisa menemukan alasan untuk tetap berada di Bumi. Aku masih ingin mengitari galaksi dan melayang dalam luar angkasa tanpa batas. Aku ingin menemukan Tanah Eden.
***
Hujan turun pada hari-hari terakhir Bulan Sepember. Menghapus debu, menghalau terik, melenyapkan sisa-sisa aku dan kamu.
Kupikir, aku sudah benar-benar mampu melupakanmu. Sampai suatu malam jelang Oktober, kamu tiba-tiba hadir dalam mimpiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar