Aku merindukan masa-masa di mana
kehidupan berjalan dengan sederhana dan biasa saja. Padang rumput yang hijau
sepanjang mata memandang, suara domba-domba yang saling bersahutan, nyanyian
Paman Ek yang penuh semangat pada pagi hari, dan suara angin yang membuat hati
tenang. Hari-hari yang damai.
Kebohongan yang indah.
***
Aku masih mengingatnya dengan baik.
Hari itu, usiaku genap menginjak 15 tahun. Usia di mana seorang kurcaci
menentukan pilihan hidupnya. Seorang kurcaci biasanya menghabiskan hidupnya
dengan menjadi seorang penggembala, berkebun, menambang, atau menjadi seorang
pandai besi. Kampung halamanku, Moonlit Garden, adalah tempat di mana banyak
pandai besi berbakat terlahir. Bahkan ada pepatah yang katanya berusia ratusan
tahun berbunyi; Jika ingin menaklukkan
dunia, pergilah ke Moonlit Garden.
Maksudnya, Moonlit Garden menyediakan semua kebutuhan para petualang dengan
kualitas terbaik. Armor yang kuat, pedang yang tajam, perisai yang tangguh,
semuanya bisa didapatkan di sini. Di desa indah dan ramah bernama Moonlit
Garden.
Sejak kecil, aku selalu memandang
para petualang dengan takjub. Menurutku, memakai armor dan bersenjatakan pedang
atau tombak itu sangatlah keren. Kelak, aku ingin seperti mereka. Begitu
pikirku.
Impian yang selalu jadi bahan
olok-olokan teman-teman dan keluargaku. Bukan tanpa alasan mereka mengoloknya.
Tinggi maksimal kucaci hanyalah 120 cm. Tinggi rata-rata kurcaci biasanya
berkisar antara 90 sampai 110 centimeter. Dari ukuran tubuh saja, kami bakal
kerepotan sendiri. Kami tipe bukanlah petarung. Begitu pikir kebanyakan
kurcaci-kurcaci lain. Tapi, aku tidak berpikir demikian. Tekadku sudah bulat.
Aku akan menjadi seorang petualang ketika dewasa nanti.
***
Hari itu, untuk pertama kalinya aku
melihat lautan api. Lautan api yang melahap seluruh Moonlit Garden. Seekor naga
terus-menerus menyemburkan api dari mulutnya.
Dengan tubuh bergetar dan rasa takut
luar biasa, aku berucap lirih, “Hentikan…”
“Kumohon hentikan.” Kataku lagi.
“HENTIKAAAANNN!” teriakku.
Beberapa detik kemudian, tubuhku
terangkat. Seorang petualang—yang akhirnya kutahu adalah Igris, menggendongku
dan memasuki hutan.
“Itu adalah seorang pengendara naga!
Kita butuh bantuan untuk mengalahkannya!” Kata Igris sambil terus memasuki
hutan semakin dalam.
Pemandangan terakhir yang kuingat
hari itu adalah Moonlit Garden yang sudah berubah menjadi lautan api dan mulai
menghilang diantara pepohonan dan gelapnya hutan.
***
Hari ini, aku kembali memimpikan hari
itu. Hari di mana aku genap berusia 15 tahun. Moonlit Garden mempunyai tradisi
unik yang mengharuskan kurcaci yang berusia 15 tahun naik ke panggung di
alun-alun desa dan memproklamirkan dirinya memutuskan akan menjadi apa dan
disaksikan oleh hampir seluruh penduduk desa. Di tengah-tengah perayaan
tersebut, aku memproklamirkan diri jika aku akan menjadi seorang petualang.
Mendengar hal itu, sebagian penduduk desa tertawa terbahak-bahak, sebagian
mengolok, dan kulihat keluargaku mengata-ngataiku. Melihat hal itu, aku
tiba-tiba saja berteriak dengan keras, “Aku harap kalian semua menghilang
saja!” kemudian, aku turun dari panggung dan berlari ke arah utara desa dan
memasuki hutan untuk menenangkan diri. Hal yang selalu aku lakukan ketika aku merasa
sedih atau kesal.
Sore itu, aku melihat lautan api
untuk pertama kalinya. Api yang baru bisa dipadamkan 10 hari kemudian. Aku
memasuki reruntuhan Moonlit Garden dengan perasaan getir. Semuanya menjadi abu.
Semua penduduk desa menghilang seperti yang aku harapkan. Tapi, meskipun itu
terwujud. Entah kenapa dadaku terasa sangat sakit. Mataku terasa terbakar. Yang
bisa kulakukan hanyalah menangis sejadi-jadinya.
Saat itu, dalam hati aku berteriak,
“Aku tidak ingin kalian semua menghilang!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar