Judul The Last Jedi agak sedikit
mengusik. Karena Jedi ini gak boleh bekeluarga apalagi pacaran, otomatis mereka
jomblo sampai akhir hayat. The Last Jedi seolah menekankan kalo ini adalah Jedi
terakhir. Padahal, di luar sana masih banyak jomblo-jomblo berkeliaran. Ini apa
sih?
Sebelum nonton, gue selalu berpikir
kalo penonton film ini paling cuma generasi 90-an ke bawah atau anak-anak
2000-an. Ternyata benar, di bioskop yang gue jadikan tempat nonton, isinya ya
generasi itu. Bahkan ada yang bawa anaknya yang berusia sekitar 6 atau 7 tahun.
Tapi untungnya gak berisik. Ada banyak cewek-cewek juga yang nonton. Seketika,
gue pengen bilang, “Mau kah kamu menjadi belahan jiwaku?” ke mereka.
Film ini sedikit terasa seperti remake Empire Strikes Back. Tapi gak ada
twist busuk “Luke, I’m your Father.” Dan gue yakin, ketika siapa orang tua Rey
terungkap, para fans fanatik Star Wars akan kegirangan dan teriak “YEAH! MANTAP!”
Hal yang paling gue suka di film ini
adalah chemistry antara Rey dan Kylo
Ren aka Ben Solo yang nyenengin banget. Durasinya yang panjang mungkin bikin
kita mikir dua kali buat nonton, tapi ternyata gak secapek itu. Gue malah
ngerasa film ini kurang. Ketika keluar bioskop, gue ngerasa ada perasaan gak
ikhlas di dalam hati dan pengen cepet-cepet nonton film selanjutnya.
Ada beberapa scene yang bikin spechless
dan nahan napas saking memukaunya. Kalo ngomongin kekurangan, satu-satunya
kekurangan di film ini adalah gak ada kalimat legendaris, “I have bad feeling about this.”
Yang ada di setiap film Star Wars sebelumnya.
Penonton yang bikin kesel? Ada.
Ketika film selesai dan lagi jalan keluar bioskop, di belakang gue ada mas-mas
yang nyeletuk, “Filmnya gak seru ah, actionnya kurang.”
Saat itu juga, gue menahan diri untuk
tidak berkata kasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar