Ritme kehidupan seseorang gak pernah ada
yang tahu. Kayak misalnya gue. Gue sempet yakin bisa diterima di perusahaan A,
udah wawancara sampai 2x, ternyata malah gagal lolos. Atau gue yang tahun ini
mengikuti lomba tingkat Asia, mempertaruhkan semuanya di sana, dan yakin banget
bisa masuk 5 besar Asia, malah mentok di 6 besar nasional dan sempet mikir mau
minum autan. Yang paling absurd, gue
yang dari pertengahan tahun 2018 gak yakin bisa lulus kuliah tahun ini, semingguan
lalu malah berhasil wisuda. Terkadang, gue gak tahu gimana surai takdir
bekerja. Tapi, gue masih yakin sama Tuhan yang memberikan jalan atas suatu hal.
Mungkin karena hal itulah, ada istilah yang bilang “God give what you need, not you want.”
Hari ini, gue menuliskan tulisan ini
di sebuah kamar seluas 2x3 meter di rumah teman yang udah gue anggep nyokap
sendiri. Ya perkara dia nganggep gue anak atau nggak, itu urusan dia. Yang jelas
gue tahu, gue ini sangat merepotkan~
Sudah seminggu gue berada di sini. Rumah
ini adalah tempat gue untuk menenangkan diri dan berpikir. Berpikir tentang apa
aja. Tentang hidup, tentang masa depan, atau sekedar mikirin mantan yang makin
hari kok makin bahagia sama pacarnya. Apa yang gue dapat dari berpikir gak
banyak. Terkadang, gue malah tenggelam sama pemikiran sendiri dan berujung
stres. Mencoba membagi pada orang lain, tapi yang kemudian terjadi hanyalah
percakapan absurd ngalor-ngidul
berjam-jam yang mengalihkan semua stres tersebut. Setelah percakapan itu
berakhir, gue kembali tenggelam pada pemikiran-pemikiran yang kelam. Gue lupa
sejak kapan membangun dinding tinggi ini, sampai akhirnya terlalu asik
membangunnya sampai lupa jika ada sesuatu yang penting dalam hidup. Kita tidak
bisa mengatasi semuanya sendirian.
Sekarang, pikiran selanjutnya dari
lulus kuliah adalah “Mau ngapain?” gue bukan seorang yang pandai dalam
mengerjakan ini itu. Satu-satunya kemampuan yang gue akui hanyalah menulis dan
membuat konsep cerita. Tapi, gue bingung hal ini mau diarahkan ke mana. Seseorang
mencoba untuk mengarahkan, tapi gue masih bingung akan melangkah ke mana. Gue merasa
ada di sebuah persimpangan jalan yang bercabang dan belum berani memutuskan
untuk berjalan ke arah mana. Entah karena gue yang ragu, atau hanya takut saja.
Gue bukan lagi Furqon 2 tahun lalu yang bisa berbaur dengan baik di lingkungan
mana pun. Itu yang gue takutkan. Jika kelak nanti gagal, gue akan bernaung ke
mana? Gue masih mencari apa itu rumah. Untuk seseorang yang tidak mempunyai
tempat untuk kembali dan bingung ke mana harus menuju, gue benar-benar
tersesat. Atau mungkin, gue hanya terlalu banyak berpikir, dan itu yang membuat
gue tersesat.
Jika memang memungkinkan, gue ingin
menghilang. Pergi jauh ke tempat yang gak gue kenal. Jika memang diijinkan
bertahan hidup, gue akan berusaha untuk bertahan hidup. Dengan identitas baru,
di dunia yang gak ada diri gue yang lama. Di kota tak dikenal tanpa gue di
dalamnya.